Rindu

rindu

Isyarat Tuhan,
Gesekan kaki serangga dalam iramanya,
kunjungan kunang- kunang memeriahkan tenda pesta.
Malam membawa pikiran akan keheningan, kegelapan dan bahasa sepi yang lain.
Tidak untuk para penikmat senja, menanti pada gerbang sunyi untuk menggelitik beberapa suasana.
Kesenyapan itu kami sebut dengan kata Malam,
di mana wajah dunia tak lagi tersenyum dan kabut putih menjadi hiasan dinding langit.
Aku berada di sana, membaca bahasa Tuhan tanpa bercerita.
Sapaan itu berupa istilah Cinta,
Karenanya Ombak yang menggulung pasir di panti akan terhenti.
Badai di tengah laut seketika sirna.
Jalan setapak panjang
Berhenti di sebuah gubuk ilalang
Kupintal ikatan jerami kering, menatanya menjadi dinding.
Kelak malam nanti menghangatkan badan.
Jiwa yang teramat dingin.
Terendam sungai duka teramat dalam.
Embun jiwa kuhabiskan mengelabuhi hujan.
Hingga kini tak terbendungkan aliran meluap luap.

Sedetik saja mohon hilangkan kelamku,
Menghibur diamku.
Membawa secawan madu.
Sejenak, sirnakan kabut hitam dalam pelupuk matamu.
Yang menuju ke arahku tanpa kebenaran nyata.
Jika memang kehilfan, aku tak bisa menyelinap ke alam lain.
Kembali pun aku tak mampu.
Bukan tak sanggup, jalan ke belakang sungguh gelap.
Tanpa setitik cahaya, kan kudapati sebagai lentera.
Namun senyap menjadi arang dan abu.
Tertiup nafas busuk dari air harum tanpa hati.
Sekali saja, ukir rasaku dalam keheninganmu.
Serta lukiskan kekhilafan dalam air matamu.

Mana yang lebih awal cinta apa rindu?
Ketika engkau merindukan suatu keadaan atau perbedaan tanpa satu kehadiran,
Maka di sana benih cinta sudah tumbuh bersemi.

*Karya : Suryo  (Staf Markas Dakwah UMM)

Redaksi
Redaksi

Mari narasikan pikiran-pikiran anda via website kami!

Related posts

Leave a Comment